Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara I Histologi Organ Reproduksi Betina

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK

ACARA I

HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA
Fakultas Peternakan

Disusun oleh :

Suhud Setiananda

Asisten : -

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK

DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016



ACARA II


HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA




Tinjauan Pustaka

Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan segera punah. Reproduksi dapat terjadi secara generatif atau vegetatif. Reproduksi secara vegetatif tidak melibatkan prose pembentukan gamet, sedangkan reproduksi generatif diawali dengan pembentukan gamet (Isnaeni, 2006).


Hypophysis


Kelenjar hypophysis merupakan suatu kelenjar endokrin yang sangat penting pada hampir setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini mengatur seluruh mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan mahluk hidup. Mengatur perkembangan tubuh yang amat erat hubungannya dengan perkembangan alat reproduksi seperti testes yang berpengaruh terhadap daya reproduksi (Campbell, et al.,). Kelenjar hypophysis mensekresikan hormonseperti FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang pada hewan jantanberfungsi untuk mendorong pertumbuhantubulus seminiferus dan mempunyai peranan dalam proses spermatogenesis (Bebas, 2009).

Ovarium

Ovarium adalah organ primer (esensial) reproduksi betina, seperti halnya testes pada hewan. Ovarium dapat dianggap bersifat endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel), karena mampu menghasilkan hormon yang akan diserap langsung kedalam peredaran darah, dan juga ovum (jamaknya ova), yang dapat dilepaskan dari kelenjar. Ovarium merupakansepasang kelenjar yang terdiri dari ovari kanan yang terletak dibelakang ginjal kiri. Jarak antara ovarium dan ginjal yang bersangkutan, bervariasi dari spesies ke spesies (Frandson, 1998).

Oviduct

Nama lain bagian ini adalah tuba falopii, tuba uterina, salpinx, atau saluran telur. Oviduct adalah saluran yang sempit dengan diding berotot licin, berfungsi menerima atau menangkap sel telur (ovum) yang diovulasikan. Oviduct dibagi menjadi : Infundibullum tubae, ampulla tubae, dan ismus (Hardjopanjoto, 1995).

Uterus

Uterus ternak yang tergolong mamalia terdiri dari corpus (badan), cervix (leher), dan dua tanduk, atau cornu. Proposi relatif dari tiap-tiap bagian itu bervariasi tergantung spesies, seperti juga halnya bentuk maupun susunan tanduk-tanduk tersebut.Corpus (badan) uterus ukurannya paling besar pada kuda lebih kecil pada domba dan sapi, dan pada babi serta anjing kecil saja. Secara superfisial, badan uterus sapi tampak relatif lebih besar dibanding dengan keadaan sebenarnya, karena bagian kaudal dari tanduk bergabung dengan ligamen interkonual (Frandson, 1998).

Materi dan Metode

Materi

Alat. Alat yang digunalan dalam praktikum histologi organ reproduksi betina adalah mikroskop cahaya, optilab, pensil warna, kertas kerja, dan poster.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum histologi organ reproduksi betina adalah gambar histologi adenohypophysis, ovarium, oviduct, dan uterus.

Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum histologi organ reproduksi betinaialah mengamati, membedakan, mengetahui fungsi, dan menggambar bagian-bagian dari adenohypophysis, ovarium, oviduct, dan uterus. 

Hasil dan Pembahasan

Reproduksi pada hewan betina adalah suatu proses kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan. Sistem reproduksi hewan itu sendiri terdiri dari dua buah ovarium, dua buah oviduct, uterus, vagina, dan vulva. Ovum dilepaskan dari ovari dan dan terima oleh infundibulum lalu dibawa masuk ke oviduct, dimana (dalam keadaan normal) terjadi proses pembuahan (fertilisasi), dalam perjalanan ovum itu dari ovarium menuju uterus. Didalam uterus, telur yang sudah dibuahi berkembang menjadi embrio dan kemudian menjadi fetus, yang akhirnya keluar dari uterus menuju vagina dan vulvasebagai anak yang baru lahir (Frandson, 1998).

Kelenjar Hypophysis 

Kelenjar hypophysis terbagi dari dua bagian yaitu lobus anterior (adenohypophysis) dan lobus posterior (neurohypophysis). Lobus anterior (adenohypophysis) dibagi dalam 3 area yaitu pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia. Hormon hormon yang disekresikan oleh adenohipofis disebut juga dengan hormon tropik karena menghidupkan kelenjar endokrin atau menunjang fungsi organ lainnya.Lobus posterior (neurohypophysis)dikenal juga dengan sebutan pars nervosa karena mengandung akson dari hipotalamus. Neuron supraoptik dan nuclei paraventrikular menghasilkan hormon ADH dan oxytocin.Reece (2009) menyatakan bahwa kelenjar hypophysis terletak di bagian dasar otak tepatnya di sella turcica. Kelenjar hypophysis mengeluarkan hormon yang memasuki aliran darah, dan mengatur fungsi kelenjar endokrin lainnya dalam tubuh. Kelenjar hypophysis terletak dibawah hipotalamus yang mensekresikan langsung releasing dan inhibiting hormon ke lobus anterior dan melalui neuron sekretori menuju ke lobus posterior.

Feedback hormon reproduksi betina

Santos (2016) menyatakan bahwa anterior pituitari mensekresikan growth hormone (GH), prolactin (PRL), adrenocorticotrophic hormone (ACTH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone(LH) and thyroid stimulating hormone (TSH). Sekresi hormon tersebut diatur oleh releasingdan inhibiting faktor yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut ke adenohypophysis melalui hypophyseal vena portal. Inhibin berfungsi menghambat sekresi FSH melalui mekanisme umpan balik negatif terhadap hipofisis anterior sedangkan estradiol bekerja sebagai umpan balik positif pada hipothalamus.Corpus luteum menghasilkan progesteron yang bekerja sebagai umpan balik negatif terhadap hipothalamus dan hipofisis anterior sehingga FSH dan LH tidak diproduksi oleh hipofisis anterior dan berakibat pertumbuhan folikel dan proses ovulasi tidak terjadi sampai pada saat corpus luteum mengalami regresi.Sebuah feedback negatif kontrol oleh releasing atau inhibiting factors. Sel-sel kelenjar secara tradisional digolongkan sebagai cromofil atau cromofob berdasarkan keasaman, atau tiadanya afinitas terhadap pewarna yang umum dipakai sebagai pulasan rutin bagi sediaan histologik. Kromofil dibagi menjadi dua macam berdasarkan respon terhadap zat warna, yaitu asidofil, yang mempunyai respon terhadap zat warna asam (orange dan merah) yang di dalam sitoplasmanya terdapat banyak granule, dan basofil, yang mempunyai respon terhadap zat warna basa (biru dan ungu) yang mempunyai granule yang jumlahnya tidak sebanyak acidophile.

histologi adenohipofisis
Ovarium

Ovarium adalah organ primer (esensial) reproduksi betina, seperti halnya testes pada hewan. Ovarium dapat dianggap bersifat endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel), karena mampu menghasilkan hormon yang akan diserap langsung kedalam peredaran darah, dan juga ovum (jamaknya ova), yang dapat dilepaskan dari kelenjar. Ovarium merupakan sepasang kelenjar yang terdiri dari ovari kanan yang terletak dibelakang ginjal kiri. Jarak antara ovarium dan ginjal yang bersangkutan, bervariasi dari spesies ke spesies (Frandson, 1998). 

Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar eksokrin dari kelenjar endokrin, misalnya mampu menghasilkan sekreta berupa ovum (sekresi eksokrin) dan menghasilkan hormon terutama estrogen dan progesteron (sekresi endokrin). Secara normal, struktur ovarium sangat bervariasi, tergantung pada spesies, umur dan tahap siklus seksual (Dellmann, H. D. dan E. M. Brown, 1995). Ovarium terdiri dari bagian medula (bagian dalam) yang mengandung banyak pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe serta banyak tenunan pengikat fibroblas, dan bagian korteks (bagian pinggir) terdiri dari sel-sel epitel germinatip, sel telur yang masih muda, folikel yang sedang tumbuh, folikel masak, folikel yang atretis atau folikerl degenerasi, dan pembuluh darah (Hardjopanjoto, 1995)

Histologi Ovarium

Frandson (1998) menyatakan bahwa segera setelah ovulasi, rongga folikel terisi dengan sejumlah darah dan cairan limfa, membentuk struktur yang disebut korpus hemoragikum. Korpus tersebut secara bertahap mengalami reabsorbsi dan diganti oleh korpus luteum. Korpus luteum kemudian dan meninggalkan sisa yang berwarna putih yang disebut korpus albikans, sebagai puing-puing yang terdapat dipermukaan ovarium.

Folikel Primer Sampai Folikel Sekunder

Suatu lapisan ganda dari sel-sel stroma ovarium menyelimuti stratum granulosum, membentuk teka folikuli. Tunika interna (teka interna) adalah lapis sel-sel yang berbentuk ireguler, menyerupai sel-sel epitel, ini dianggap sebagai sumber testosteron dibawah pengaruh LH. Testosteron kemudian diubah menjadi estradiol (hormon kelamin betina) oleh sel-sel granulosa dibawah pengaruh FSH. Tunika eksterna (teka eksterna) adalah suatu lapis sel jaringan ikat, yang pada permukaan dalam bercampur dengan teka interna, sedangkan pada permukaan luarnya dengan stroma ovarium (Frandson, 1998).

Histologi Folikel de Graaf

Sistem reproduksi hewan betina yang telah mengalami dewasa kelamin biasanya mengalami perubahan-perubahan secara teratur yang disebut dengan siklus estrus. Lamanya waktu siklus estrus dari seekor hewan dihitung mulai dari munculnya estrus, sampai munculnya estrus lagi pada periode berikutnya, sedangkan yang dikatakan estrus adalah saat hewan betina bersedia dikawini oleh lawan jenisnya (Feradis, 2010).

Siklus estrus sapi secara umum dibagi dalam 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrusdan diestrus. Berdasarkan perubahan-perubahan dalam ovarium siklus estrus dapat dibedakan pula menjadi 2 fase, yaitu fase folikel, meliputi proestrus, estrus serta awal metestrus, dan fase lutea, meliputi akhir metestrus dan diestrus.Fase proestrus (prestanding events), fase ini hanya berlangsung 1 sampai 2 hari. Betina berperilaku seksual seperti jantan, berusaha menaiki teman-temannya (homoseksualitas), menjadi gelisah, agresif, dan mungkin akan menanduk, melenguh, mulai mengeluarkan lendir bening dari vulva, serta vulva mulai membengkak (Budiyanto, 2012).

Kadar hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron berperan dalam menentukan siklus estrus pada seekor ternak betina. Kadar hormon estrogen pada puncak perkembangan folikel atau pada saat estrus, sedangkan kadar progesteron pada saat estrus tidak terdeteksi. Kadar progesteron baru dapat dideteksi mulai hari ke-4 setelah estrus (Arimbawa et al., 2012).

Hormon gonadotropin dari pituitari anterior, FSH dan LH (Follicle Stimulating Hormone dan Luteinizing Hormone) dibebaskan segera sebelum dan saat ovulasi, pada saat hewanmenunjukkan gejala estrus. Saat ini, estrogen yang berasal dari folikelde graaf dibebaskan, sertamenimbulkan gejala birahi. Estrogen, utamanya dihasilkan oleh folikel ovarium, akan menurunsetelah proses ovulasi terjadi, sampai dengan fase proestrus, kemudian kembali lagi meningkatsampai terjadi ovulasi pada siklus berikutnya. Progesteron akan dihasilkan oleh korpus luteum,meningkat sampai hari ke 7 sampai 17 siklus, kemudian terjadi penurunan pada fase proestrus (Budiyanto, 2012).

Peningkatan kadar progesteron terjadi secara gradual mulai hari ke-4 sampai mencapai puncaknya pada hari ke-14 setelah estrus. Penurunan kadar progesteron mulai terjadi setelah hari ke-14 dan mendekati kadar saat estrus mulai hari ke-20. Peningkatan dan penurunan kadar progesteron sejalan dengan perkembangan korpus luteum selama siklus estrus.Korpus luteum mulai berfungsi pada hari ke- 1 setelah estrus, hal ini menandakan bahwa luteinisasi atau pembentukan korpus luteum sudah terjadi setelah ovulasi, dimana hormon progesteron mulai diproduksi. Sebaliknya penurunan kadar progesteron terjadi setelah hari ke-14 siklus estrus dan korpus luteum mulai mengalami regresi setelah hari ke-14 setelah estrus. Hal ini enandakan setelah hari ke-14 mulai dilepaskan agen luteolitik yang dapat meregresikan korpus luteum (Arimbawa et al., 2012).

Siklus estrus diatur oleh keseimbangan antara hormon-hormon steroid dan protein dari ovarium dan hormon-hormon gonadotropin dari hypophysisanterior. Fungsi dari hypophysis anterior sendiri diatur oleh hypotalamus. Selama periode diestrus, ketika konsentrasi progesteron tinggi, konsentrasi FSH, LH dan sisa total estrogen relatif rendah. Beberapa spesies dapat dideteksi adanya pertumbuhan folikel, tetapi sangat lambat dibandingkan dengan dengan yang terjadi 2 atau 3 hari menjelang ovulasi. Selama kebuntingan, konsentrasi progesteron yang tinggi menahan pelepasan hormon-hormon gonadotropin yang dapat menyebabkan munculnya tingkah laku estrus. Kejadian ini merupakan kontrol dari progesteron terhadapat gonadotropin, dengan mekanisme kerja umpan balik negatif (Feradis, 2010).

Sistem hormon yang mempengaruhi estrus antara lain FSH, LH, prolaktin. FSH yang dikeluarkan oleh hypophysis merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium. Satu folikel yang terangsang namun dapatperkembangan dapat menjadi lebih dari satu, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang menghasilkan estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehinggahipofisis mengeluarkanhormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormon yang disalurkan hipotalamus ke hypophysis. Penyaluran releasing hormone dipengaruhi oleh mekanismeumpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baikakan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Pengaruh LH pada folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi, setelah ovulasi terjadi terbentuk corpus luteum di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormone). Corpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka corpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, pelepasan endometrium. Peristiwa ini disebut estrus. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka corpus luteum tersebut dipertahankan (Anonim, 2012).
Grafik konsentrasi Hormon Siklus Estrus

Oviduct

Oviduct bersifat bilateral, strukturnya berliku yang menjulur dari daerah ovarium ke kornua uterina dan menyalurkan ovum, spermatozoa dan zigot. Tiga segmen oviduct dapat dibedakan, yakni infundibulum (berbentuk corong besar), ampulla (berdinding tipis yang mengarah ke belakang dari infundibulum), isthmus (segmen berotot sempit yang berhubungan langsung dengan uterus) (Dellmann, H. D. Dan E. M. Brown, 1998).

Dinding oviduct pada irisan melintang terdiri dari lapisan-lapisan serosa di sebelah luar, muskularis di tengah, dan mukosa di sebelah alam. Sel-sel yang membentuk lapisan mukosa terdiri dari sel silindris yang sebagian mempunyai kinocilia. Lapisan muskularis mengandung lapisan otot licin, terdiri dari serabut otot licin yang melintang (sirkuler) dan memanjang (longitudinal). Lapisan serosa merupakan lapisan luar mengandung banyak pembuluh darah (Hardjopanjoto, 1995).

Oviduct tergantung di dalam mesosalphinx. Saat ovulasi, ovum disapu ke dalam ujungoviduct yang berfimbriae. Kapasitas spermatozoa, fertilisasi, dan pembelahan embrio terjadi di dalam oviduct. Pengangkutan spermatozoa ke tempat fertilisasi dan pengangkutan ke uterus untuk perkembangan selanjutnya diatur oleh kerja cilier (silia) dan kontraksi-kontraksi muskuler yang dikoordinir oleh hormon-hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron (Feradis, 2010).

Histologi Oviduct

Uterus

Feradis (2010) menjelaskan bahwa uterus adalah suatu struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan fetus dan stadium permulaan eksplusi pada waktu kelahiran. Uterus terdiri dari cornua, corpus, dan cervix. Dinding uterus terdiri dari selaput mucosa dibagian dalam, selaput otot licin dibagian tengah, dan selapis serosa dibagian luar, ialah peritoneum. Segi fisiologik, hanya dua lapisan uterus dikenal yaitu endometrium dan myometrium. Endometrium adalah suatu struktur glandular yang terdiri dari lapisan epitel yang membatasi rongga uterus, lapisan glandular dan jaringan ikat. Tebal dan vaskularisasi endometrium bervariasi sesuai dengan perubahan-perubahan hormonal dan kebuntingan. Myometrium adalah bagian muskular dinding uterus yang terdiri dari dua lapis otot licin, selapis dalam otot sirkuler yang tebal dan selapis luar otot longitudinal yang tipis. Terletak lapisan vaskuler yang terdiri dari buluh-buluh darah dan limpa, syaraf, dan jaringan ikat. Selama kebuntingan, jumlah jaringan otot pada dinding uterus sangat bertambah karena pembesaran sel dan penambahan jumlah sel.

Tunika serosa (perimetrium) (serosa menutupi uterus) bersambungan dengan peritoneum yang dikenal sebagai ligamen lebar, yang mendukung genitalia internal. Ligamen ini terdiri dari mesovariumyang mendukung ovarium, mesosalpinx yang mendukung oviduct, mesometrium yang mendukung uterus (Frandson, 1998).

Histologi Uterus

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum histologi organ reproduksi betina, dapat diketahui organel penyusun organ reproduksi betina berupa ovarium,oviduct, uterus. Terdapat pembentukan ovum melalui empat tahap yaitu folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf pada ovarium. Terdapat tunika serosa, tunika muskularis, tunika serosa pada oviduct. Terdapat lapisan peritonium, myometrium, endometrium pada uterus. Terdapat kelenjar pada alat reproduksi betina yaitu kelenjar hypophysis yang terdiri dari adenohypophysis dan neurohypophysis. Hipophysis berfungsi menghasilkan hormon yang mengatur mekanisme kerja sistem reproduksi pada ternak. Uterus berfungsi sebagai saluran yang dilewati spermatozoa menuju oviduct, tempat implantasi embrio, tempat pertumbuhan dan perkembangan embrio, berperan dalam proses kelahiran, dan pada hewan betina yang tidak bunting berfungsi mengatur siklus estrus. Oviduct befungsi sebagai transpor spermatozoa dari uterus menuju ampulla, tempat pertemuan ovum dengan spermatozoon (fertilisasi), tempat terjadinya proses kapasitasi spermatozoa, memproduksi cairan, dan transpor ovum yang telah dibuahi. Ovarium berfungsi sebagai penghasil hormon estrogen, progesteron, inhibin, dan memproduksi ovum.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2005. Morfologi dan fungsi ovarium. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.

Arimbawa, I.W.P., Trilaksana, I.G.N.B., Pemayun, T.G.O. 2012. Gambaran Hormon Progesteron selama Satu Siklus Estrus. Indonesia Medicus Veterinus 1(3) : 330 – 336.Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar

Budiyanto, A, 2012. Peningkatan Tingkat Kebuntingan dan Kelahiran Sapi di Indonesia dan Masalah-masalah yang Terkait. FKH UGM. Yogyakarta.

Dellmann, H.D., dan E.M. Brown 1998. Buku Teks Histologi Veteriner. UI Press. Jakarta.

Feradis, M.P. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.

Frandson, R.D. 1998. Anatomi dan Fisiologi Ternak.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Hardjopranjoto, Soehartojo. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga 

University Press. Jakarta 

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta

Pirakaksa, I. W., dan W. Bebas. 2009. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Hypophysis terhadap Berat Testes, Gambaran Mikroskopis Testes, dan Kualitas Semen Ayam Hutan Merah (Gallus Gallus).Vol.1 No.1. :13-19 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar


Terimakasih telah membaca Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara I Histologi Organ Reproduksi Betina

Demikian artikel Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara I Histologi Organ Reproduksi Betina ini, semoga bisa memberi manfaat dan tambahan informasi untuk anda semua. Jika ada pertanyaan silahkankan berikan komentar dibawah, sampai jumpa di artikel-artikel kami yang lain. Salam Sukses !

Artikel yang anda baca adalah Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara I Histologi Organ Reproduksi Betina dengan alamat link https://www.indoternak.com/2017/04/laporan-praktikum-ilmu-reproduksi_7.html

Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara I Histologi Organ Reproduksi Betina"