Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Praktikum Ilmu Ternak Unggas FULL Gabung

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU TERNAK UNGGAS
fakultas peternakan UGM

Disusun oleh :
Suhud Setiananda

Asisten : -

LABORATORIUM ILMU TERNAK UNGGAS
DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

PENDAHULUAN

Copas Asal Cantumin Sumber Master Auto ACC
Unggas adalah hewan yang memiliki sistem pencernaan yang berbeda dari hewan mamalia. Pencernaan merupakan proses pemecahan molekul pakan menjadi lebih kecil sehingga dapat diserap dalam saluran penceernaan unggas. Pencernaan dibedakan menjadi tiga proses yaitu secara mekanik, kimiawi, dan mikrobiologi. Pencernaan secara mekanik terjadi di ventriculus, pencernaan kimiawi di proventriculus, dan pencernaan mikrobiologis di coecum. Urutan saluran pencernaan unggas adalah mulut, Oesophagus, crop, proventriculus, gizzard, usus halus, coecum, colon, dan cloaca. Oesophagus merupakan saluran pencernaan yang menghasilkan mukosa berlendir yang berfungsi membantu melicinkan pakan menuju tembolok. Tembolok adalah bagian sistem digesti pada ayam untuk menyimpan pakan untuk sementara waktu. Pencernaan secara kimiawi terjadi pada proventriculus. Gizzard disebut juga perut muskular, fungsi utamanya adalah untuk memecah atau melumatkan pakan dan mencampurnya dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne. Duodenum merupakan tempet sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati. Jejenum didefinisikan segmen usus halus bagian tengah antara bagian akhir duodenum dan Meckel’s  diverticulum. Ileum didefinisikan segmen usus halus yang rentangnya adalah dari Meckel’s diverticulum sampai dengan awal percabangan coecum. Usus besar berfungsi untuk penyerapan air. Cloaca merupakan saluran pengeluaran ekskreta pada unggas (Zuprizal, 2006).

Organ reproduksi betina unggas terdiri dari ovarium, dan oviduct  yang meliputi infundibulum, Magnum, dan isthmus, uterus, dan vagina merupakan tempat dimana sebutir telur dibentuk (Horhoruw, 2012). Infundibulum akan segera aktif setelah ovulasi untuk mengeluarkan dan mengarahkan kuning telur (yolk) masuk kedalam oviduct (Suprijatna et al., 2005). Horhoruw (2012) mengatakan magnum mensekresikan albumen atau putih telur, isthmus yang berfungsi mensekresikan membran cangkang atau kerabang, uterus mensekresikan cangkang dan vagina tempat dimana telur untuk sementara ditahan dan dikeluarkan bila tercapai bentuk sempurna. Ovarium pada unggas hanya berfungsi sebelah kiri karena ovarium sebelah kanannya mengalami rudimenter. 

Sistem reproduksi unggas jantan terdiri atas sepasang testes dengan epidydimis, dua vassa deferentia atau saluran sperma dan alat kopulasi yang sama sekali berbeda dengan penis mamalia. Testis merupakan organ reproduksi jantan yang mempunyai dua peranan penitng, yaitu menghasilkan spermatozoa dan menghasilkan hormon testosterone (Suprijatna et al., 2005). Campbell (2004) menyatakan didalam epydidimis sperma menyelesaikan pematangannya.

Kemampuan ayam menghadapi berbagai kondisi sangat bergantung dan dibatasi oleh karakteristik tingkah laku (Bell dan Weafer, 2012). Tingkah laku tersebut antara lain makan (feeding behavior), berjalan (walking), minum (drinking), bersarang (nesting), istirahat (resting), mandi debu (dust bathing), dan merumput (foraging). Feeding merupakan aktivitas ayam memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Drinking merupakan aktivitas saat ayam meminum air. Nesting adalah aktivitas saat ayam duduk. Resting adalah aktivitas saat ayam berhenti dari berjalan. Dust bathing adalah aktivitas saat ayam membasuh tubuhnya dengan debu. Foraging adalah aktivitas saat ayam mengambil sesuatu selain pakan ke mulutnya (Tandiabang,2014).

Tujuan praktikum ilmu ternak unggas adalah untuk mengetahui efek perbedaan panjang dan berat saluran pencernaan dan reproduksi ayam terhadap fungsi dan performa ayam, serta mengetahui pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku ayam. Manfaat dari  praktikum Ilmu Ternak Unggas dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan panjang dan berat saluran pencernaan dan reproduksi terhadap fungsi dan performa.
MATERI DAN METODE

Materi 
Sistem Digesti Ayam
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah pisau scapel,  pita ukur dengan panjang 150 cm, timbangan digital dengan kapasitas 5 kg, pisau bedah dan plastik berukuran 1x1 m.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah 1 ekor ayam layer yang telah disembelih tapi masih utuh berumur lebih dari 72 minggu dengan berat 1446 gram.

Sistem Reproduksi Ayam
Alat. Alat yang digunakan dala praktikum adalah timbangan elektrik, plastik, kaca, dan meteran.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah organ reproduksi ayam jantan dan ayam betina.

Tingkah Laku Ayam
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah stopwatch, lembar kerja, alat tulis, dan jam dinding.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ayam.

Metode
Sistem Digesti Ayam
Ayam layer betina afkir yang telah dipotong, kemudian dibedah dan dikeluarkan semua organ pencernaan dan reproduksinya (tidak boleh putus). Organ pencernaan dan reproduksinya diletakan diatas plastik sebagai alas secara utuh dan digambar. Kemudian diukur panjang per bagian, dipotong per bagian, kotorannya dikeluarkan, dicuci lalu ditimbang dan dicatat berat masing masing organnya.

Sistem Reproduksi Ayam
Sistem Reproduksi Jantan. Ayam jantan yang telah dibedah diambil organ reproduksinya. Organ reproduksi jantan diamati setiap bagian, saluran, dan fungsinya masing-masing. Pada pengamatan organ reproduksi jantan, tidak dilakukan pengukuran maupun penimbangan.
Sistem Reproduksi Betina. Ayam betina yang telah dipotong dikeluarkan seluruh organ pencernaan dan reproduksinya, kemudian dikeluarkan seluruh organ reproduksinya. Organ reproduksi betina diletakkan di atas kaca kemudian diurutkan organ reproduksi betina mulai dari Ovarium, Infundibulum, Magnum, Isthmus, Uterus, Vagina, dan Cloaca, setelah itu diukur menggunakan pita ukur setiap alat reproduksi, dan seluruh alat reproduksi ditimbang menggunakan timbangan elektrik. Hasil kemudian dicatat.

Tingkah Laku Ayam
Praktikum tingkah laku ayam dilakukan dengan mengamati satu ayam yang sama untuk setiap tingkah laku. Tingkah laku yang diamati antara lain feeding, drinking, foraging, resting, preening, dan walking. Pengamatan dibagi menjadi tiga waktu pengamatan, pagi, siang, dan sore.
PEMBAHASAN
Sistem Digesti
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan saat praktikum diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Data pengukuran panjang dan berat organ pencernaan
data sistem pencernaan ayam

Berdasarkan data pada tabel, panjang dan berat crop,  gizzard, duodenum, jejunum, coecum, usus besar, hati, pancreas, limfa, dan proventriculus sesuai dengan literatur. Panjang dan berat organ yang tidak sesuai dengan literatur adalah oeshophagus dan ileum. Sundu (2008) menyatakan bahwa perlakuan pemberian pakan berupa kopra kepada ayam menyebabkan Ileum lebih pendek dari ukuran normal. Horhoruw (2012) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa rumput laut dan usia ayam yang digunakan pada saat penelititan menyebabkan ukuran Oesophagus lebih pendek.

Perbedaan ukuran sistem pencernaan unggas dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti umur dan pakan. Hal ini dikarenakan sebagaimana halnya mahluk hidup tumbuh, saluran pencencernaan juga ikut tumbuh demi menunjang ukuran tubuhnya, semakin tumbuh unggas tersebut semakin panjang dan berat ukuran sistem pencernaannya. Semakin banyak serat kasar yang diberikan maka semakin panjang coecum unggas tersebut sebagai efek dari behaviornya. Kemampuan coecum ayam dalam mencerna serat-serat kasar adalah 5% (Zuprizal, 2006).

 Sistem imun pada unggas tidak berbeda secara signifikan dengan sistem kekebalan pada manusia maupun mamalia. Unggas mempunyai dua organ limfoid primer, yaitu timus dan bursa fabricius (BF). Bursa fabricius adalah organ limfoid primer yang berfungsi sebagai tempat pematangan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentuk antibodi, sehinga sel ini disebut sel B. Bursa Fabricius ini berkembang pada saat ayam masih muda dan akan mengalami atropi pada saat unggas dewasa. Disamping itu bursa juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder . Anak ayam yang baru menetas memiliki antibodi asal induk yang diturunkan dari induknya. Antibodi yang diwariskan oleh induknya akan bertahan pada anaknya sampai beberapa hari setelah menetas (Harimurti dan Rahayu, 2009).

Kelenjar Timus memroduksi limfosit yang lebih dikenal dengan sebutan limfosit T (T-lymphocytes) atau T-cells. Sel-sel ini secara umum bertanggung jawab sebagai sel mediasi (cell-mediated) terhadap reaksi kekebalan dan mengatur reaksi sistem kekebalan. Pada saat ayam telah dewasa, T-cells berkempang dan terkumpul pada beberapa organ limfoid, seperti ginjal, tonsil usus buntu (cecal tonsil), dan kelenjar Harderian. Beberapa minggu setelah ayam menetas, T-lymphocytes tidak menghasilkan antibodi, tetapi berkembang menjadi lymphokines atau sering juga disebut dengan sel defektor (defector cells). Sel defektor berguna untuk menghancurkan sel-sel asing yang masuk ke dalam tubuh ayam dengan cara kontak langsung tanpa menghasilkan antibodi. Sistem kekebalan ini disebut dengan Cell-mediated Immunity atau Cellular Immunity (Wihandoyo, 2008).

Limpa adalah kelenjar tanpa saluran yang berhubungan erat dengan sistem sirkulasi dan berfungsi menghancurkan sel darah merah tua. Limpa termasuk salah satu organ sistem limfoid selain timus, tonsil, dan kelenjar limfe. Sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Sel-sel pada sistem ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda asing (Frandson, 2009).

gambar saluran pencernaan ayam

Gambar 1. Saluran Organ Pencernaan Ayam
Keterangan:

1. Esophagus
2. Crop
3. Proventriculus
4. Ventriculus
5. Pankreas
6. Duodenum
7. Jejunum
8. Ileum
9. Coecum
10. Colon
11. Cloaca
12. Limfa 

hati ayam


                                              Gambar 2. Limfa Gambar 3. Hati 

Sistem Reproduksi

1. Sistem Reproduksi Betina
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan saat praktikum diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Data pengukuran panjang dan berat organ reproduksi betina
Sistem Reproduksi Betina ayam

Berdasarkan data yang diperoleh saat praktikum, dimana ayam yang digunakan berjenis layer berumur 72 minggu dan beratnya 960 gram, diperoleh data panjang dan berat ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina beturut-turut 7 cm, 10 cm, 33 cm, 13 cm, 10 cm, 6 cm, dan beratnya 37 gram, 6 gram, 38 gram, 13 gram, 41 gram, 1 gram. Salang (2015) menyatakan bahwa panjang ovarium adalah 22 cm dengan berat 40 sampai 50 gram, panjang infundibulum  adalah 6 sampai 10 cm dengan berat 2 sampai 4 gram, panjang vagina 8 sampai 12 cm dengan berat 18 sampai 23 gram. Klein (2013) menyatakan bahwa panjang magnum adalah 33 cm dengan berat 40 sampai 43 gram. Aipipidely (2006) menyatakan bahwa panjang isthmus adalah 8 sampai 10 cm dengan berat 1 sampai 3 gram dan panjang uterus 10 sampai 12 cm dengan berat 3 sampai 6 cm.

Berdasarkan pembandingan data yang diperoleh saat praktikum dan literatur, diperoleh bahwa Infundibulum, magnum, dan uterus memiliki panjang yang hampir sama dengan literatur sedangkan ovarium, isthmus, dan vagina memiliki data yang tidak sesuai dengan literatur. Nasution dan Adrizal (2009) menyatakan bahwa perbedaan ini disebabkan jenis pakan yang dikonsumsi, penyakit, umur dan jenis unggas.

Organ Reproduksi Betina Ayam

Gambar 1. Organ Reproduksi Betina Ayam
Keterangan
1. Ovarium
2. Infundibulum
3. Magnum
4. Isthmus
5. Uterus
6. Vagina
7. Cloaca

2. Sistem Reproduksi Jantan
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan saat praktikum diperoleh data sebagai berikut :
Sistem Reproduksi Jantan

Testis ayam jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar, atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Meskipun dekat dengan rongga udara, temperatur testis selalu 41o sampai 43o C karena spermatogenesis (pembentukan sperma) akan terjadi pada temperatur tersebut (Horhoruw, 2012).

Testis ayam berbentuk biji buah buncis dengan warna putih krem. Testis terbungkus oleh dua lapisan tipis transparan, lapisan albugin yang lunak. Bagian dalam dari testis terdiri atas tubuli seminiferi (85% sampai 95% dari volume testis), yang merupakan tempat terjadinya spermatogenesis, dan jaringan intertitial yang terdiri atas sel glanduler (sel Leydig) tempat disekresikannya hormon steroid, androgen, dan testosteron. Besarnya testis tergantung pada umur, strain, musim, dan pakan (Usman,2010).

Vas Deferens (ductus deferens) merupakan sebuah saluran yang berfungsi mengalirkan sperma keluar dari tubuh (Suprijatna et al., 2005). Saluran duktus deferens dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas yang merupakan muara sperma testis serta bagian bawah yang merupakan perpanjangan dari saluran epydidimis dan dinamakan saluran deferens. Saluran deferens bermuara di cloaca bagian protodeum yang bersebelahan dengan urodeum dan koprodeum. Sperma di dalam saluran deferens mengalami pemasakan dan penyimpanan sebelum diejakulasikan. Pemasakan dan penyimpanan sperma terjadi pada 65% bagian distal saluran deferens (Horhoruw, 2012). Duktus deferens pada unggas berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada dinding dorsal cloaca. Alat kopulasi ini juga dapat disebut penis, tetapi pada unggas bentuknya spiral panjangnya 12 sampai 18 cm seperti pegas (Usman, 2010). 

Tingkah laku ayam
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan saat praktikum diperoleh data sebagai berikut :
Tingkah laku ayam behavior

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil praktikum preening tertinggi terjadi pada pagi hari, feeding dan drinking tertinggi pada sore hari, resting tertinggi pada pagi hari, walking tertinggi pada pagi dan siang hari, foraging tertinggi pada siang hari. Suhu rata-rata pada praktikum tingkah laku ayam ini adalah 36,4°C. Kelembapan rata-rata pada praktikum tingkah laku ini adalah 46,3%.
Tingkah laku ayam antara lain makan (feeding) paling sering dilakukan pada sore hari, berjalan (walking) paling sering dilakukan pada siang hari, minum (drinking) paling tinggi pada sore hari, bersarang (nesting) paling sering pada malam hari, istirahat (resting) tertinggi pada pagi hari, mandi debu (dust bathing) paling tinggi pada siang hari, dan merumput (foraging) paling tinggi pada sore hari (Mishra et al., 2005). 

Ayam memiliki kemampuan berjalan melebihi dari 3 langkah, Hal ini sering ditemukan pada ayam yang di pelihara secara bebas dan ketika sedang merumput di suatu area. Perilaku minum pada ayam biasanya dilakukan sambil menenggelamkan paruh kedalam tempat minum, kemudian dalam selang beberapa detik ketika ayam meminum air biasanya ayam tersebut mengangkat kepala sambil membuka paruhnya. Tingkah laku resting biasa dilakukan ayam ketika dalam situasi yang sepi, dan ayam biasanya beristrahat lebih dari 2 menit (Mishra et al., 2005). 

Saat pakan dan minum dibatasi, presentase feeding dan drinking meningkat pada pagi hari, sedangkan presentase preening pada siang dan sore lebih tinggi daripada pagi karena keadaan pakan (Bell dan Weaver, 2011). Villagra et al. (2014) menyatakan bahwa suhu kandang, luas kandang dan kelembaban kandang serta faktor genetik turut mempengaruhi tingkah laku dan perilaku ayam.

Presentase Perbandingan Tingkah Laku Ayam
Gambar 2. Presentase Perbandingan Tingkah Laku Ayam Pada Suhu 36,4°C dan Kelembapan 46,3%
Ketika pemeliharaan dengan menggunakan sistem free-range ayam akan memungkinkan untuk memilih makanan-makanan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya (Tandiabang,2014). Ayam dalam melakukan aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh tingkah laku kawanan. Contohnya, perilaku feeding pada ayam sangat dipengaruhi oleh tingkah laku feeding kawanan. Jika seekor ayam melihat ayam lain (asli atau tiruan) sedang feeding, maka akan membuat ayam ikut makan (Nicol, 2015).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum diketahui bahwa organ pencernaan pada ayam meliputi mulut atau paruh, oesophagus, crop, proventriculus, gizzard, usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), coecum, usus besar dan cloaca. Adapun organ tambahan terdiri atas hati, limfa, dan pankreas. Perbedaan ukuran panjang dan berat sistem pencernaan ini mempengaruhi efektifitas penyerapan nutrien yang ada pada pakan. Faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran panjang dan berat sistem pencernaan adalah umur dan pakan yang diberikan. Alat reproduksi unggas betina terdiri dari ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina dan  Alat reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis, vasdeferens, dan cloaca. Hal ini disebabkan karena faktor umur, genetik, dan tingkat produksi telur. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam sehari aktivitas yang paling sering dilakukan oleh ayam adalah walking, diikuti feeding dan drinking, resting, foraging lalu preening. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku ayam. Lingkungan yang sesuai akan membuat ayam bertingkah laku sebagaimana mestinya, yang juga berpengaruh pada produktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aipipidely, R. I. Sidadolog, J. H. P. Tri, Yuwanta. 2006. Analisis genetik dan fenotip sifat produksi dan reproduksi ayam merawang. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bell, Donald D. dan ‎William D. Weaver. 2012. Chicken Meat and Egg Production. Kluwerr Academic Publisher. Massachuttes.
Campbell, Neil A. , Reece, Jane B. , Mitchell, Lawrence G. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta
Donald D. Bell, William D. Weaver. 2012. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Springer. UK
Fadilah, Roni dan Polana, Agustin. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia Pustaka. Tangerang 
Frandson, R.D. 2009. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harimurti, S. dan Rahayu E. S. 2009. Morfologi usus ayam broiler yang disuplementasi dengan probiotik strain tunggal dan campuran. Journal of Agritech (29) : (hal 179-183)
Horhoruw, W.M. 2012. Pengaruh pemanfaatan rumput laut (Gracilaria edulis) dalam pakan terhadap kinerja ayam fase pullet. Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon. 3-5
Iskandar, S. Popi, H. Dede, S. 2001. Retensi energi dan nitrogen dan laju pencernaan pada ayam silangan pelung x kampung pada pola pemberian ransum dengan protein berbeda. 4-7.
Johari, S. Ondho, Y. S. Sri, Wuwuh. Henry, Y. B. Ratnaningrum. 2009. Karakteristik dan kualitas semen berbagai galur ayam kedu. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 3-4
Keppler, C. and D. W. Folsch. 2000. Locomotive behaviour of hens and cocks (Gallus gallus f. dom)-Implication for housing systems. Archiv Fur Tierzucht-Archives of Anim. Breeding 43:184-188.
Kidd, M. D. 2004. Nutritional modulation of immune function in broiler. 2-4.
Klein, A. N. Anderson, K. E. Golden, J. B. 2013. Effect of alternative production and management environments on layer reproduction system development. International Journal of Poultry Science 12 (4): 251-253.
Mishra, A., P. Kaone, W. Schouten, B. Sprujit, P. Van Beek, and J. H. M. Metz. 2005. Temporal and sequential structure of behaviour and facility usage of laying hens in an enriched environment. Poult. Sci. 84:979-991. 
Nasution, Saddat, dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. 2-4
Nicol, Christine. 2015. The Behavioral Biology Of Chicken. CABI. Boston
Salang, Frisandra. Lalu, Wahyudi. Edwin, D. Q. Deidy, Y. K. 2015. Kapasitas ovarium ayam petelur aktif. Jurnal MIPA UNSRAT Online 4 (1) 99-102.
Saleh, D. M. Agus, Y. I. 2011. Pengaruh lama penyimpanan terhadap motilitas dan fertilitas spermatozoa ayam kate lokal. Cakrawala Galuh Vol. 1 Nomor 6. 56-61
Sundu, B. Kumar, A. Dingle, J. 2008. The effect of proportion of crumbled copra meal and enzyme. Australia. 8-9
Suprijatna, E., Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tandiabang, Budiman. 2014. Tingkah laku ayam ras petelur fase layer yang dipelihara dengan sistem free-range pada musim kemarau. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar 
Usman, Ahmad Nur Ramdani. 2010. Pertumbuhan ayam broiler (melalui sistem pencernannya) yang diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan dysapro. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Villagra, A., Ollivas I., Althaus R. L., Gomez E. A. 2014. Behavior of broiler chickens in four different substrates: a choice test. 11-13
Wihandoyo dan Sri Sudaryati. 2008. Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zuprizal. 2006. Nutrisi Pakan Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


Terimakasih telah membaca Laporan Praktikum Ilmu Ternak Unggas FULL Gabung

Demikian artikel Laporan Praktikum Ilmu Ternak Unggas FULL Gabung ini, semoga bisa memberi manfaat dan tambahan informasi untuk anda semua. Jika ada pertanyaan silahkankan berikan komentar dibawah, sampai jumpa di artikel-artikel kami yang lain. Salam Sukses !

Artikel yang anda baca adalah Laporan Praktikum Ilmu Ternak Unggas FULL Gabung dengan alamat link https://www.indoternak.com/2017/04/laporan-praktikum-ilmu-ternak-unggas.html

Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Ilmu Ternak Unggas FULL Gabung"